Dalam setiap cabang ilmu pengetahuan tentunya memiliki
paradigma yang digunakan untuk memandang suatu permasalahan/isu-isu,
baik itu dalam tingkat nasional maupun internnasional. Paradigma merupakan
pijakan dasar untuk menjelaskan fenomena-fenomena, masalah-masalah dalam
Hubungan antar negara atau politik tertentu melalui suatu sistem kriteria,
standar-standar tertentu, prosedur dan seleksi fakta permasalahan yang relevan.
Pendekatan utama yang seringkali digunakan dalam
mengamati fenomena-fenomena dan masalah-masalah internasional, yakni dari tiga
paradigma Idealisme, Realisme dan Behavioralisme. Sejak awal perkembangannya
yakni pada masa Peran Dunia I & II sampai pada masa Perang Dingin, hubungan
internasional menjadi sebuah disiplin ilmu yang tidak luput dari perdebatan
ketiga paradigma ini.
Ada dua kenyataan yang ditemukan dalam memahami hubungan
internasional. Pertama, bahwa masyarakat internasional berbeda dengan
masyarakat nasional, yang terdiri dari aktor-aktor dengan kedaulatan sendiri
atau berada di kedaulatan yang berbeda, karena itu tindak tunduk pada satu
kekuatan politik dan hukum terpusat. Untuk memahami interaksi antara mereka
memerlukan pemahaman yang meneyeluruh baik dari aspek politik maupun sejarah.
Kedua, ilmu hubungan internasional memerlukan pendekatan dan alat (metode)
tersendiri yang berbeda dengan pendekatan atau kajian politik pada umumnya.
Kedua kenyataan ini berhadapan dengan kenyataan lainnya yakni peperangan disatu
sisi dan keinginan orang untuk hidup damai telah mendorong para ilmuwan untuk
menawarkan pemikiran teoritik dalam bidang hubungan internasional.
Hedley Bull seorang pemikir Idealis
mengemukakan pendapat bahwa sistem hubungan internasional telah menghasilkan
Perang Dunia I, sebenarnya dapat diubah tatanannya secara fundamental pada
keadaan yang lebih damai, dibawah pengaruh kebangkitan demokrasi, pertumbuhan,
pemikiran global, pembentukan Liga Bangsa-Bangsa, karya-karya yang baik tentang
perdamaian yang dapat disebarkan melalui pengajaran atau pendidikan. Pemikiran
idealis berkembang sejak akhir Perang Dunia I hingga PD I (1920-an hingga
1930-an). Pemikiran idealis tampil menawarkan pada para pengambil kebijakan di
berbagai negara sebuah tatacara menghindari perang. Namun kenyataannya selama
dekade tersebut (1920-1930an) ketegangan akibat perang senjata di Eropa terus
meningkat. Terbentuknya beberapa Aliansi militer seperti Triple Etente (Inggris, Prancis, Rusia) dan Triple Alliance (Jerman, Italia, Austria). LBB tumbuh menjadi
lembaga yang digunakan sebagai ajang membangun kekuatan bagi negara-negara
besar Eropa sehingga lembaga yang digunakan sebagai ajang membangun kekuatan
bagi negara-negara besar Eropa, sehingga lembaga yang dibentuk atas dasar
cita-cita perdamaian dunia justru berubah menjadi wilayah konflik. Munculnya
NAZI di Jerman, menguatnya kekuatan Inggris membangun aliansi dalam mencegah
ambisi Jerman.
Pertanyaan dasar dalam
fenomena ini adalah manusia berkeinginan untuk damai, namun mengapa mereka
merencanakan perang? Pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh pemikiran Idealis.
Pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh pemikiran
idealis. Sebaliknya masyarakat
dunia dikejutkan dengan
kenyataan perang besar
yang kesekian kalinya dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa. Masalah utama
yang melekat dalam paradigma idealis adalah pemikiran yang ditawarkan jauh dari
kenyataan yang dilakukan oleh para pemimpin di negara-negara Eropa. Kenyataan
di Eropa menunjukkan keinginan yang kuat dari para pemimpinnya untuk melakukan
perang dalam upaya meraih dominasi kekuatan baik dibidang ekonomi maupun
militer. Ambisi kekuasaan yang sangat menonjolini kemudian membimbing
bangsa-bangsa Eropa terseret kedalam
kekacauan besar yang sama sekali
menghancurkan keamanan dan perdamaian.
E.H. Carr dalam bukunya
TheTwenty Years Crisis,mengkritik pemikiran idealis bahwa
mekanisme yang
ditawarkanidealis tidak mampu
mencegah perang, dan
mediasi untuk meredakan
konflik tidak berjalan. Pemikiran idealis dianggap sebagai mimpi
kosong (utopia).
Kegagalan paradigma idealis dalam menjelaskan
kenyataan hubungan internasional pada
dekade 1930-an mendapat
tanggapan dengan lahirnya
paradigma alternatif yang dikenal sebagai paradigma realisme.
Paradigma realisme ini muncul pada era pasca PD II (1940-an) dan
secara umum adalah
paradigma yang paling
dominan, paling tidak dominasinya berlangsung hingga dekade
1980-an. Kemunculan
paradigma realisme ini juga tidak terlepas dari tampilnya
Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan pada era dan pasca PD II. Bahkan ada kecenderungan pemerintah Amerika
mendorong diperkuatnya kajian hubungan internasional untuk memetakan tindakan
negara adi daya ini kedepan.
Pemikiran
awal yang ditawarkan oleh
paradigma realisme ini
ada tiga prinsip. pertama adalah negara merupakan
aktor terpenting dalam hubungan internasional. Kedua, terdapat perbedaan
yang tajam antara politik
dalam negeri dan politik
internasional. Ketiga, titik
tekan perhatian kajian hubungan internasional
adalah tentang kekuatan dan perdamaian. Karya yang dinilai fundamental
dalam membangun paradigma realis ini adalah Politics Among Nations oleh
Morgenthau dan The Twenty Years Crisis oleh E.H. Carr.
Realisme adalah tradisi teoritik yang mendominasi studi hubungan internasional
selama masa Perang
Dingin. Pendekatan teoritik
ini menggambarkan hubunganinternasional sebagai
suatu pergulatan memperebutkan kekuasaan diantara negara-negarayang
masing-masing mengejar kepentingan nasionalnya sendiri dan umumnya
pesimistikmengenai prospek upaya
penghapusan konflik dan perang. Realisme mendominasi masaPerang Dingin karena gagasan ini bisa
memberi penjelasan yang sederhana tetapi cukupmeyakinkan mengenai perang, aliansi, imperialisme,
hambatan terhadap kerjasama,
danberbagai fenomena internasional, dan
karena penekanannya pada
kompetisi waktu itu sesuai dengan sifat pokok persaingan
AS-Uni Soviet (US).
Pemikiran realisme telah banyak berubah selama masa
Perang Dingin. Realis “klasik” seperti Hans
Morgenthau dan Reihold Niebuhr yakin bahwa, seperti halnya makhluk manusia,
setiap negara memiliki keinginan naluriah untuk mendominasi negara-negara
lain, sehingga membuat
mereka berperang. Morgenthau juga
menekankan peran penting dari sistem perimbangan kekuatan multi-polar klasik dan memandang sistem bipolar yang
memungkinkan persaingan sengit antara AS dan US sebagai sistem yang sangat
berbahaya.
Sebaliknya,
teori “neo-realis” yang
diajukan oleh Kenneth
Waltz mengabaikan
peran sifat manusia
dan memusatkan perhatian
pada akibat dari
sistem internasional.Menurut
Waltz, sistem internasional terdiri
dari sejumlah negara
besar, yang masing-masing berusaha untuk
bertahan hidup. Karena
sistem itu anarkis
(yaitu tidak adawewenang terpusat yang bisa melindungi
negara dari serbuan negara lain), maka masing-masing negara harus
mempertahankan hidupnya dengan usaha sendiri. Waltz berpendapat bahwa kondisi
seperti ini akan
mendorong negara-negara yang
lebih lemah salingbersekutu untuk
mengimbangi (balance) dan
melawan negara-negara yang
lebih kuat, bukan malah bergabung
(bandwagon) dengan negara-negara kuat itu.
Bertolak-belakang dengan pendapat
Morgenthau, Waltz menyatakan bahwa bipolaritas lebih stabil daripada multipolaritas.
Pada awal
tahun 1950-an muncul
pemikiran yang mengkritik
cara pandang realisme. Kritik itu bertitik pusat pada masalah
kepentingan nasional dan penempatan aktor negara sebagai
aktor utama dalam hubungan internasional. Bagian pertama, paradigma realis memandang kepentingan
nasional adalah sebuah elemen kunci yang membimbing para pengambil kebijakan
suatu negara untuk mengambil keputusan atau tindakan terhadap negara lain.
Kepentingan nasional merupakan rumusan
dari akumulasi kebutuhan umum suatu bangsa
yang mencerminkan pilihan
rasional dari suatu
negara. Bagian kedua,paradigma realis memandang bahwa
negara sebagai organisme yang hidup,
berperan dan bertindak secara
rasional dan tindakan-tindakannya berdasarkan
kepentingan yang dirumuskan
secara rasional. Kedua bagian pemikiran ini di kritisi sebagai berikut:
One of the first major attempts to develop a
systematic decision making approach
to the study of international politics was
made in the early 1950s by Richard C.
Snyder and his colleagues. The focus of
international relations research should be
on the actions, reactions, and interactions
of states”. For him, the state is specially
its decision makers, and state action is the
action taken by those acting in the name
of the state.
Pengkritik pemikiran realis ini adalah
pemikiran/paradigma behavioralis.
Hasil perdebatan ini
kemudian memudarkan paradigma
realis dan mengangkat
behavioralis pada tahap popularitasnya. Tawaran yang khas dari behavioralis adalah perilaku negara yang harus dikaji dari perilaku para
pemimpinnya (para pengambil kebijakan). Namun beberapa waktu kemudian realis
kembali bangkit yang kemudian dikenal dengan neo realis. Kemunculan neo realis ini
untuk sementara waktu juga
memudarkan popularitas behavioralis
yang akhirnya muncul kembali sebagai
neo behavioralis.
Richard
C.Snyder merupakan salah satu tokoh dari behavioralisme ini membangung teori
pembuatan kebijakan luar negeri. Dalam hal ini, Snyder menyatakan : ‘pusat
perhatian dari penelitian hubungan internasional adalah tindakan-tindakan (action), tindakan balas (reactions), dan tindakan timbal balik (interactions) dari negara-negara. Bila
pada pandangan realis, negara merupakan aktor utama dalam melaksanakan hubungan
antar negara yang selalu diwarnai dengan terus melengkapi peralatan militer dan
membangun aliansi militer. Namun dalam pandangan behavioralis lebih memusatkan pada prilaku para pembuat kebijakan (decission makers).
Asumsi Dasar Teori Hubungan Internasional
1. Idealisme
a) Semua manusia (bangsa) menginginkan perdamaian. Watak
dasar manusia adalah ingin hidup dalam
suasana damai, karena itu hubungan antar
bangsa pada prinsipnya dikembangkan
untuk menciptakan kedamaian ;
b) Perang adalah dosa
dan terjadi karena ketidak sengajaan. Negara-negara memilikikedaulatan sendiri-sendiri, dan
untuk memelihara kedaulatan
itu diperlukankekuatan-kekuatan terutama
militer. Kemunculan militer
ini telah memancingsuasana tegang dan salah sangka
diantara negara-negara tersebut satu sama lain,sehingga tidak terelakkan
terjebak dalam perang;
c) Harus ada pemerintahan dunia yang dapat mengendalikan
kekuatan-kekuatan yangmenyebar dalam sistem dunia.Pemerintah dunia ini harus
diberi kewenangan untukmengendalikan kekuatan-kekuatan dari berbagai negara sehingga dapat mencegahterjadinya salah
sangka yang dapat
memicu perlombaan senjata
dan perang.Gagasan ini
menghasilkan pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB).
NO
|
PENDEKATAN
|
PENJELASAN
|
1
|
Prinsip/Pemikiran
|
·
Semua manusia
(bangsa) menginginkan perdamaian
·
Perang adalah
dosa dan terjadi krn ketidaksengajaan
·
Harus ada
pemerintahan dunia yg dapat mengendalikan kekuatan-kekuatan yg menyebar dalam
sistem dunia.
|
2
|
Aktor
|
Negara
|
3
|
Tingkat Analisis
|
Negara
|
4
|
Bidang Kajian
|
Politik Internasional
|
5
|
Tokoh Pemikir
|
Hedley Bull
|
2. Realisme
Ø Negara adalah aktor utama, karena didalamnya terdapat :
a)
Negara
mewakili unit analisis
kunci dalam kajian HI. Kajian HI
adalahkajian tentang hubungan antar unit-unit ini. Penganut realis yang menggunakankonsep sistem
dalam pengertian interrelasi bagian-bagian biasanya merujuk padasistem
internasional.
b)
Organisasi
internasional (PBB, MNCs, teroris dll) dapat dianggap sebagaiberstatus aktor mandiri, tetapi menurut pandangan penganut realis
semua aktortersebut bukan sebagai aktor dominan, karena statusnya sangat
dipengaruhi olehnegara.
Ø Negara adalah aktor tunggal ;
a)
Sebuah negara menghadapi dunia luar sebagai
sebuah unit yang terintegrasi. Asumsi yang umum digunakan penganut realis
adalah perbedaan politik didalam sebuah
negara pada akhirnya
terselesaikan secara otoritatif
sehingga dengan pemerintah menetapkan
satu kebijakan untuk negara secara keseluruhan.
b)
Negara sebagai aktor tunggal menurut penganut
realis merupakan aktor yangmemiliki
otoritas mutlak untuk
mengambil kebijakan, dan
status ini tidakdimiliki oleh aktor lain (aktor non
negara).
Ø Negara adalah aktor rasional ;
a) Sebuah
pengambilan kebijakan luar
negeri yang rasional
meliputi suatu penetapan tujuan,
pertimbangan terhadap seluruh kemunggkinan pilihan dalamarti ketersediaan
kapabilitas negara.
b) Mengiringi
proses rasional ini
pengambil kebijakan dari
kalanganpemerintahan mengevaluasi setiap
alternatif, menyeleksi satu
diantara yangpaling maksimal
kegunaannya (maksimalisasi keuntungan).
c) Meskipun demikian para penganut realis menyadari agak
sulit memandangnegara sebaga aktor rasional.
Pengambil kebijakan dari kalangan pemerintahanbisa jadi
tidak memiliki seluruh informasi
dan pengetahuan yang diperlukanuntuk memaksimalkan nilai kebijakan.
Ø Keamanan Nasional adalah masalah utama ;
a) Militer dan isu-isu
yang berkaitan dengan
politik mendominasi politik
dunia.
b) Penganut realis memfokuskan perhatian pada
konflik-konflik aktual dan
potensial diantara aktor-aktor
negara, menguji bagaimana
stabilitasinternasional
dapat diupayakan atau
dipertahankan, bagaimana stabilitasinternasional itu hancur, dan
pencegahan terhadap gangguan integritas teritorial.
c) Power adalah konsep utama. Realis menganggap keamanan militeratau isu
strategis adalah termasuk politik tinggi (high
politics).
NO
|
PENDEKATAN
|
PENJELASAN
|
1
|
Prinsip/Pemikiran
|
·
Hubungan
internasional adlh hubungan antar negara/bangsa dlm bentuk pertarungan
kekuatan
·
Setiap negara
beruasaha untuk meningkatkan powernya
·
Negara adalah
aktor utama, aktor tunggal, aktor rasional
·
Keamanan nasional
adalah masalah utama.
|
2
|
Aktor
|
Negara
|
3
|
Tingkat Analisis
|
Negara
|
4
|
Bidang Kajian
|
Politik Internasional, strategi keamanan,
diplomasi
|
5
|
Tokoh Pemikir
|
E.H. Carr, Morgenthau (19720, Kennet N
Waltz, KJ. HolstiJ. Frankel, Burchill, Scott (1996), Richard Devetak,
AndrewLinklater, Matthew Paterson,
Christian Reus-Smit, andJacqui True, Basingstoke, Jack Donnelly (2000) dll
|
3. Behavioralisme
Ø Negara
adalah pembuat kebijakan (decision makers). Artinya yang dimaksudkan sebagai negara
dalam pandangan behavioralis
adalah sekelompok orang
yang bertanggungjawab membuat keputusan di negara tersebut.
Ø Tindakan negara adalah tindakan yang diambil
oleh pihak yang bertindak atas namanegara (pembuat kebijakan)Untuk memahami perilaku negara para teoritisi harus memetakan kembali duniasesuai pandangan para pengambil kebijakan
Ø Yang harus dijelaskan adalah:
a)
Faktor-faktor
subjektif dari titik pandang para pembuat kebijakan.
b)
Sumber-sumber
potensial tindakan negara yg ditemukan didalam pemahaman pembuat kebijakan,
NO
|
PENDEKATAN
|
PENJELASAN
|
1
|
Prinsip/Pemikiran
|
·
Hubungan
internasional mencerminkan prilaku dari para pengambil kebijakan suatu negara
sehingga penelitian dalam ilmu HI harus fokus pada prilaku pengambil
kebijakan.
|
2
|
Aktor
|
Pengambil kebijakan
|
3
|
Tingkat Analisis
|
Individu/kelompok (pengambil kebijakan)
|
4
|
Bidang Kajian
|
Politik Luar negeri
|
5
|
Tokoh Pemikir
|
Snyder, Rosnau, Lloyd Jensen, John boyd,
dll
|
4. Strukturalis
Ø Aktor utama dalam hubungan internasional
terdiri dari negara dan aktor non negara, dalam artian ; Hubungan internasional
adalah keterkaitan global yang didalamnya aktor negara dan non negara saling
berinteraksi. Globalis menekankan bahwa hubungan antara aktor internasional ini
membentuk struktur internasional.
Ø Sangat penting untuk melihat hubungan
internasional melalui aspek sejarah ; Penganut
globalis baik dari
aliran Marxis maupun
non Marxismendefinisikan karakteristik
sistem internasional sebagai
sistem kapitalis.Karena itu
diperlukan kajian sejarah munculnya kapitalisme pada abad ke 16 diEropa Barat,
perkembangannya, perubahannya, dan perluasannya hingga saat inisehingga
terbentuknya sebuah dunia sistem kapitalis.
Ø Pentingnya faktor ekonomi dalam hubungan
internasional ;
a)
Strukturalis
mengawali asumsinya bahwa
ekonomi adalah kunci
untukmemahami, kreasi, evolusi, dan fungsi dari sistem dunia saat ini.
b)
Berbagai
aktor saling tawar-menawar, saling bersepakat, dan membangun koalisididalam dan
pada lintas batas sehingga membanggun struktur global. Munculnyaisu
Utara-Selatan merupakan akibat dari hubungan struktural ini.
NO
|
PENDEKATAN
|
PENJELASAN
|
1
|
Prinsip/Pemikiran
|
·
Hubungan
internasional adalah hubungan ekonomi antar negara-negara di dunia yang
secara garis besar terstruktur ke dalam susunan negara industri maju, negara
industri baru dan negara berkembang atau terbelakang;
·
Fokus analisis
adalah interaksi antar negara dan pasar, yakni bagaimana variabel pasar
(ekonomi) mempengaruhi kebijakan negara.
|
2
|
Aktor
|
Negara, organisasi non negara, MNCs,
individu
|
3
|
Tingkat Analisis
|
Sistem internasional, Negara, organisasi
non negara, individu
|
4
|
Bidang Kajian
|
Ekonomi Politik Internasional
|
5
|
Tokoh Pemikir
|
Robert Gilphin, Spero, Andree Gunderfrank
|
5. Pluralisme
Ø Aktor non negara adalah kenyataan yang penting
dalam hubungan internasional ;
a)
Organisasi
internasional sebagai contoh, dapat menjadi aktor mandiriberdasarkan haknya.
Lembaga ini memiliki pengambil kebijakan, para birokrat, dan berbagai
kelompok yang dapat
dipertimbangkan pengaruhnya terhadap proses pengambilan kebijakan.
b)
MNCs, tidak bisa
dianggap sebagai aktor yang marjinal, karena
dia mampu menciptakan hubungan
saling ketergantungan dalam perekonomian dunia.
Ø Negara bukan aktor tunggal ;
a)
Negara
terdiri dari para birokrat, kelompok kepentingan, dan individu-individu yang
berusaha mempengaruhi proses pengambilan kebijakan.
b)
Negara
bangsa bukanlah entitas yang terintegrasi, karena negara dan aktor non negara
sering terlibat bersama dalam memformulasi aktifitas dan hubungan internasional,
dan sering menimbulkan dan menerima akibat dari aktivitas internasionalnya.
Ø Negara bukan aktor rasional ;
a)
Penganut pluralis menantang realis bahwa neggara bukanlah aktorrasional.
Kebijakan luar negeri suatu negara adalah hasil dari perselisihan, tawarmenawar,dankompromidiantaraberbagaiaktoryang
berbeda.
b)
Proses pengambilan kebijakan luar negeri
bukanlah proses rasionalmelainkan proses sosial. Proses pengambilan kebijakan luar negeri merupakan koalisi dan kontrakoalisi
yang menyebabkan dapat mengurangi optimalisasi tujuan yangg ingin dicapai.
Ø Agenda Politik Internasional sangat luas
a) Penganut pluralis menolak dominasi isu militer dan
keamanan dalam hubungan internasional.
Hubungan internasional memiliki
agenda yang sangat luas dan bervariasi.
b) Sejak tigapuluh tahun terakhir isu-isu ekonomi dan sosial
bahkan mengambil posisi terdepan dalam perdebatan internasional.
NO
|
PENDEKATAN
|
PENJELASAN
|
1
|
Prinsip/Pemikiran
|
·
Aktor non negara
adalah kenyataan yang penting dalam hubungan internasional
·
Pelaku-pelaku
hubungan internasional non negara mampu membangun sistem internasional baru
(globalisasi).
|
2
|
Aktor
|
Negara, organisasi non negara, MNCs,
individu
|
3
|
Tingkat Analisis
|
Sistem internasional, Negara, organisasi
non negara, individu
|
4
|
Bidang Kajian
|
Multi dimensi (Polint-Ekopolint)
|
5
|
Tokoh Pemikir
|
Robert O Keohane,
Joseph S. Nye,
Matthew , Paterson, Christian Reus-Smit
|
Sumber :
Teori Hubungan Internasional sebuah
Pendekatakan Paradigmatik. Saeri. Jurnal Transnasional Vol.3 No.2 Februari 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar