Sebelum membahas mengenai paradigma (perspektif) dalam
studi hubungan internasional, perlu terlebih dahulu mengetahui tujuan aktor IR
dan juga tingkat analisis dalam hubungan internasional. Seperti yang telah
dibahas sebelumnya mengenai aktor-aktor dalam studi hubungan
internasional yang terdiri dari aktor negara dan non-negara, maka sangat perlu
mengetahui apa tujuan dari aktor-aktor dalam hubungan internasional ini.
Power
and Purpose International Relations Actors
Pada Ilmuwan Hubungan internasional tradisional
menyebutkan tujuan aktor negara dan power
merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dengan kata lain, tujuan setiap
aktor (negara) adalah power. Dalam
studi hubungan internasional. Power adalah sebuah konsep yang paling sering
digunakan sekaligus menjadi salah satu konsep yang paling kontroversial dan
sulit untuk di definisikan. Joseph S.Nye menyebutkan : ‘power is like love.... esier to experience than to define or measure’.
Power, menurut Arnold Schwarzenberger, merupakan salah satu
faktor utama dalam hubungan internasional. Menurutnya, kelompok-kelompok
masyarakat (negara) dalam suatu sistem internasional akan melakukan apa yang
mereka kuasai secara fisik lebih daripada apa yang seharusnya mereka lakukan
secara moral. Namun demikian, power
bukanlahh sesuatu yang bersifat desktruktif, liar dan statis. Power merupakan perpaduan antara
pengaruh persuasif dan kekuatan koersif. Power
juga dapat diartikan sebagai fungsi dari jumlah penduduk, teritorial,
kapabilitas ekonomi, kekuatan militer, stabilitas politik dan kepiawaian
diplomasi internasional. Oleh karna itu, National
Power suatu negara bukan saja mencakup kekuatan militer belaka, melainkan
pula tingkat teknologi yang dikuasainya, baik itu berupa sumber daya alam,
bentuk pemerintahan dan kepemimpinan politik serta ideologi.
Power dapat pula diartikan sebagai kemampuan menggerakkan
orang lain dengan ancaman atau perampasan hak-hak, sedangkan pengaruh berarti
kemampuan untuk hal-hal yang sama melalui janji-janji ataupun pemberian
keuntungan (konsesi). Dengan kata lain, power
merupakan cara untuk memperoleh apa yang diinginkan/untuk mencapai output politik luar negeri melalui
kontrol terhadap lingkungan eksternal yang berubah.
Sejalan dengan berbagai perubahan mendasar yang kini
sedang melanda dunia, memberikan perubahan pada sumber-sumber power, sebagai berikut :
Power Konvensional : kekuatan militer, Contoh kekuatan militer
Amerika Serikat pada saat Perang Dingin.
Power Kontemporer : penguasaan teknologi, pendidikan, budaya
dan pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan sumber daya alam dan sumber daya
manusia. Contohnya Tingkat pendidikan masyarakat Jepang (Non-Military).
Kendati demikian, teoritisi HI membagi power kedalam dua sumber :
Tengible
sources ; Sumber-sumber yang nyata
(sumber daya alam, kemajuan teknologi, peralatan canggih militer dan lain
sebagainya).
Intangible
sources ; Sumber-sumber yang tidak
terlihat nyata (soft power, seperti kemampuan berdiplomasi, bargaining position) kekayaan kebudayaan
di suatu negara,dan masih banyak lagi.
Dari beberapa beberapa bentuk sumber power, maka dapat dipahami bahwasannya konsep power memiliki
beberapa karakter. Pertama,power
bersifat dinamis (dapat berubah meningkat atau menurun). Kedua, power bersifat relatif (bisa
diperbandingkan antara power negara
satu dengan lainnya). Ketiga, power bersifat
situasional dan multidimensional.
Berbagai uraian diatas mengenai perubahan aktor baik dari
sisi kuantitas dan kualitas, serta perubahan karakter power, menunjukkan
dinamika hubungan internasional yang begitu pesat dan tinggi. Dinamika ini
tentunya akan membawa konsekuensi yang sangat besar terhadap pola interaksi
antar aktor HI. Selain itu, berbagai perubahan tersebut juga akan memunculkan
konsekuensi baru terhadap perkembangan HI sebagai suatu disiplin ilmu. Untuk
itu, tantangan yang dihadapi para penempuh studi HI juga akan semakin besar
dari sisi keilmuan secara faktual.
Level
of Analysis International Relations
Tingkat analisis digunakan bagi para penstudi HI untuk
melihat dan menjelaskan fenomena-fenomena yang berlangsung dalam interaksi
antar negara. Awalnya, banyak penstudi HI mengalami kesulitan dalam memahami
peringkat analisis yang akan digunakan dalam mengamati fenomena HI. Ada beberapa tingkat analisis yang
digunakan, mulai dari sistem internasional (international
system), sistem global (global system)
dan sistem dunia (world system).Namun
dari ketiganya, konsep sistem internasional lah yang digunakan sebagai tingkat
analisis dalam HI. Hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan, yakni :
Pertama,
sistem dunia dan global lebih mengacu pada lingkup geografis, sedangkan sistem
internasional mengacu pada sifat hubungan-hubungan dari para aktor/unit dalam
sebuah sistem internasional.
Kedua, konsep
sistem internasional meliputi pula hubungan-hubungan antar negara (interstate)
dan transnasional.
Ketiga,
konsep sistem internasional tetap digunakan sebagai alat konsolidasi Hubungan
internasional sebagai disiplin ilmu yang independen.
David J Singer ketika tahun 1961
mengeluarkan karya klasiknya berjudul The
Level of Analysis Problem in International Relations. Dalam karyanya ini
dikemukakan pentingnya penggunaan peringkat analisis sebagai alat analisis
sistemik (systemic analysis) fenomena
hubungan internasional. Konsep ini terbagi dua bagian utama, yakni :
1.
Sistem
Internasional (International System)
; Menurut David J.Singer, sistem
internasional merupakan peringkat analisis yang paling komprehensif mencakup
totalitas interaksi didalam sistem dan lingkungannya. Fokus analisis dalam
sistem ini adalah mempelajari pola-pola interaksi dalam sistem dan membuat
generalisasi tentang fenomena HI dengan melihat frekuensi dan durasi
konfigurasi kekuatan, stabilitas dan respon terhadap perubahan dalam sistem. Raymond Tanter dalam tulisannya International System and Foreign Policy
Approaches, menyebutkan arti penting dari sistem internasonal, merupakan
model interaksi para aktor anggota sistem dan sekaligus sebagai arena bagi
setiap kebijaksanaan luar negeri para aktor negara-bangsa.
2.
Sub-sistem (negara-bangsa)
; Peringkat analisis ini menfokuskan pada kajian politik luar negeri melalui
pendekatan pembuatan keputusan (decision
making approach). Pendekatan ini menunjukkan beberapa poin penting, yakni :
Pertama, aktor negara-bangsa menjadi
sub unit sistem internasional melalui POLUGRI dapat menjadi faktor sangat
penting bagi terjadinya perubahan dalam sistem internasional. Kedua, faktor individu sebagai salah
satu faktor utama dalam decision making approach menjadi sangat penting.
Individu-individu ini disebut sebagai pengambil keputusan (decison makers) adalah aktor yang bukan saja menentukan arah
perjalanan sebuah negara-bangsa dalam interaksi internasional, namun juga
membentuk sistem internasional.
Bila pada
konsep sistem internasional mengacu pada sekumpulan/kesatuan terbesar dari
semua unit/aktor yang saling berinteraksi satu sama lain (state actor and non-state actor). Sedangkan pada sub sistem
internasional yang terdiri dari unit/aktor dalam sistem internasional yang
dapat dibedakan dari keseluruhan sistem internasional melalui sifat dan intensitas
di antara para unit/aktor (kedekatan wilayah/regional, ASEAN).
Sementara itu,
konsep yang diajukan Barry Buzan , unit/aktor mengacu pada semua aktor yang
dapat terdiri dari berbagai negara-bangsa, organisasi, perusahaan transnasional
bahkan kemampuan untuk bertindak sebagai unit. Sedangkan sub unit dimaknai
sebagai kelompok individu yang terorganisasi dalam sebuah unit yang mampu
mempengaruhi prilaku unit (misalnya birokrasi dan kelompok kepentigan), dan
aktor/unit terkecil adalah Individu.
Fungsi dari level of analysis ini selain untuk
menjelaskan fenomena-fenomena HI, juga bermanfaat untuk memposisikan para unit/aktor,
forum/wahana dan berbagai elemen lainnya yang terlibat dalam HI. Organisasi
Internasioanl seperti PBB, struktur (pasar global) dan proses (hukum
internasional) yang beroperasi dalam sistem internasional, sementara elemen
lainnya seperti NATO, UNI EROPA, ASEAN beroperasi dalam subsistem
internasional.
Untuk membantu
menjelaskan kerumitan dari sifat dan sistem internasional yang dihasilkan oleh
interaksi para unit/aktor, yakni dengan menggunakan sektor analisis (sector of analysis) yang terbagi dalam 5
sektor :
a)
Sektor Militer
; mengacu pada hubungan-hubungan militer para unit/aktor (kapabilitas militer
baik defensif dan ofensif, serta trhreat
assesment/persepsi ancaman);
b)
Sektor Politik
: mengacu pada hubungan otoritas, legitimasi politik unit/aktor (sifat hubungan
antar unit, hierarki atau setara);
c)
Sektor Ekonomi
: memusatkan perhatian pada hubungan perdagangan, produksi, keuangan antar
unit/aktor dalam pasar internasional;
d)
Sektor
Societal/sosio-kultural : mengacu pada hubungan sosial dan kebudayaan antarunit/aktor,
yang berupa penyebaran ide (identitas kolektif, kultur, bahasa dan agama);
e)
Sektor
Lingkungan : mencakup hubugan antara aktivitas manusia dan lingkungan
biologinya sebagai bagian dari sistem pendukung dalam interaksi internasional.
Perspective
In International Relations
Perspektif atau paradigma merupakan pijakan dasar untuk
menjelaskan fenomena-fenomena, masalah-masalah dalam HI atau politik tertentu
melalui suatu kriteria, standar-standar, prosedur-prosedur dan seleksi fakta
permasalahan yang relevan. Berikut ini adalah beberapa macam paradigma dalam HI
;
1. Realis (Realism) :
Aktor utama dalam
HI adalah Negara yang bersifat rasional dan monolith, sehingga bisa
mempertimbangkan cost and benefit dari setiap tindakannya demi kepentingan keamanan
nasional (struggle for power atau realpolitic). Sifat dasar dari
paradigma ini dalam sistem internasional yakni anarki, kompetitif, kerap kali
konflik dan kerjasama yang dibangun hanya untuk kepentingan dalam jangka
pendek. Ketertiban dan stabilitas HI hanya akan dicapai melalui distribusi
kekuatan (power politics). Dalam POLUGRI, pelaksanaannya bersifat unilateralis,
nasionalis dengan strategi penangkalan (deterrence), perimbangan kekuatan
(balance of power) dan aliansi-aliansi pertahanan (defence alliances).
Tokoh2nya : Machiavelli, Hegel, Hans
Morgenthau, E.H Carr, Kenneth N.Waltz, etc.
2.
Idealis (Idealism) ;
Paradigma ini bersifat
normatif (apa yg seharusnya terjadi, pentingnya prinsip-prinsip, hukum dan
organisasai internasional dan pengaruh opini publik yang suka damai,
bercita-cita membentuk world government).
Negara lain saling bekerjasama dalam mencapai tujuan internasional untuk
mencapai tujuan-tujuan global dan kemanusiaan. Pelaksanaan POLUGRI disini bersifat multilateral, internasionalis,
liberalis, humanis dengan strategi utama mengutamakan legalitas, moralitas dan
demokrasi melalui perundingan-perundingan (negotiations) untuk mencapai
kompromi dan harmonis. Tokoh2nya : Immanuel Kant, Woodrow Wilson, Bertrand
Russel, Carter, Clinton, Gorbachev, etc.
3. Pluralis (Pluralism) ;
HI bukan hanya
terbatas pada hubungan antar aktor negara saja, namun juga hubungan antar
indivdu dan kelompok kepentingan (negara bukan menjadi aktor utama). Bagi
Pluralis, interpendensi memliki implikasi yang baik terhadap aktor-aktor HI.
Pengelolaan hubungan interpenden meliputi pembuatan seperangkat aturan,
prosedur dan institusi yang terasosiasi atau Organisasi internasional untuk
mengatur pdalam area-area isu. Empat asumsi dalam Prularis :
·
Aktor non-negara
memiliki peranan penting dalam politik internasional, seperti organisasi
internasional (pemerintah atau non-pemerintah), MNCs, kelompok atau individu;
·
Negara bukanlah unitary actor/ aktor tunggal, karena
aktor-aktor lain juga memiliki peran yang sama pentingnya dengan negara dan
menjadikan negara bukan satu-satunya aktor;
·
Negara bukan aktor
rasional, dalam hal pembuatan kebijakan luar negeri terdapat proses yang
diwarnai dengan konflik, kompetisi dna kompromi antar aktor didalam negara;
·
Masalah-masalah
yang tidak lagi terpaku pada power atauu national security, tetapi meluas pada
masalah-masalah ekonomi, sosial dan lainya.
Tokoh-tokohnya ; Ernest Haas, James N. Rosenau
4. Liberalis (liberalism) ;
Negara bukan
satu-satunya aktor dalam HI, namun terdapat juga non-state actos yang memiliki
pengaruh dan legitimasi yang independen dari negara. Istilah lain dalam paham
ini yakni liberal internationalism, liberal institusionalism dan
transnasionalism. Sifat dasar dalam paham ini adalah anarki yang tertib dan
hierarki yang didukung oleh aturan-aturan dan hukum internasional (sifat dasar
interaksi antar negara ; kompetitif dan saling menjalin kerjasama dalam bidang
ekonomi dan isu-isu lainnya). Tokoh-tokohnya : Jerman, Inggris dan Amerika
Serikat.
5. Merkantilis (Mercantilism) ;
Negara-negara
saling bersaing untuk memenuhi kepentingan ekonomi. Istilah lain dalam paham
ini ialah nationalisme ekonomi, ekonomi-politikm proteksionisme, isolasionisme.
Pendekatan dari paradigma ini melalui hubungan Bilateral. Pelaksanaan POLUGRI,
dengan memunculkan kebijakan-kebijakan yang menyangkut dengan proteksi,
regulasi, subsidi dan pengenaan pajak yang semuanya diarahkan untuk
menghasilkan keuntungan (profit) dan surplus ekonomi bagi negara tersebut. Tokoh-tokohnya
: Jepang, China dan Amerika Serkat.
6.
Radikal (Radicalism) ;
Negara bukan
satu-satunya aktor dalam HI, terdapat
aktor diluar negara yang mempengaruhi dan memiliki kekuatan melalui
pertentangan kelas dalam hubungan ekonomi trans-nasional (transnational
economic classes). Istilah lain dari paradigma ini yaitu Marxism, Socialism dan
Socialist internationalism. Sifat dasar dalam sistem internasional yakni formal
anarki, namun berbasis kelas-kelas transnasional dan hierarki yang bergantung
pada tingkat distribusi kekayaan dunia. Selain itu, sifat dasar interaksi antar
negara yakni kompetitif dan eksploitatif dalam hubungan antara Utara-Selatan
(Dependensi) dan terdapat kerjasama diantara kelas-kelas trans-nasional
(interpendensi). Tokoh-tokohnya ; A.Wendt, Craig N. Murphy.
7.
Rezim Internasional ;
Untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu melalui kerjasama internasional, maka negara-negara membentuk rezim
ineternasional. Menurut Stepen D. Krasner, Rezim internasional adalah suatu
tatanan yang berisi kumpulan prinsio, norma-norma, aturan, proses pembuatan
keputusan, baik yang bersifat eksplisit dan empiris, yang berkaitan dengan
ekpektasi para aktor-aktor dan memuat kepentingan aktor-aktor dalam HI.
John Ruggie menjelaskan rezim internasional sebagai
sekumpulan ekspektasi atau pengharapan bersama, peraturan, rencana, komitmen
organisasi dan finansial yang telah diterima dan disepakati oleh sekelompok
negara. Keohane dan Nye, mendefenisikan Rezim Internasional sebagai serangkaian
rencana yang didalamnya terdapat aturan, norma dan prosedur-prosedur yang
mengatur tingkah laku dan mengontrol efek yang ditimbulkan oleh rezim itu
sendiri. Oran R. Young menyebutkan Rezim internasional adalah seperangkat
aturan, prosedur pembuatan keputusan dan program yang membutuhkan praktek
sosial, menetapkan peranan bagi partisipan dalam praktek tersebut dan mengelola
interaksi diantara negara-negara. Kemudian Oran R, mengidentifikasi tiga cara
rezim berasal yakni ;
- Rezim dapat berkembang sebagai hasil tawar menawar eksplisit antara dua atau lebih partisipan;
- Rezim dapat berkembang sebagai hasil paksaan atau kepemimpinan aktor dominan, yang biasa disebut kepemimpinan aktor dominan (hegemon);
- Rezim dapat berasal secara spontan sebagai respon dari kepentingan yang sama;
- Rezim internasonal juga dapat muncul sebagai hasil dari sebuah perjanjian atau kontrak antara aktor-aktor yang memiliki kepentingan yang sama.
Rezim internasional merupakan suatu pembatas dan kondisi
dari prilaku negara yang berinteraksi satu sama lainnya, meskipun terjadi
perubahan institusional dalam sistem internasional. Rezim internasional
merupakan sebuah bentuk konseptual bukan merupakan suatu pengharapan
intersubjektif dari para aktor. Dasar intersubjektif dari rezim internasional
menyatakan bahwa transparansi dari prilaku aktor-aktor dan
pengharapan-pengharapan di dalam rezim itu sendiri merupakan salah satu dari
persyaratan utama. Setiap rezim memiliki penekanan yang berbeda tergantung apa
yang ingin dicapai. Namun fungsi utama dari rezim internasional adalah untuk
memfasilitasi pembuatan perjanjian yang saling menguntungkan antar negara.
Referensi
:
Anak
Agung Banyu Perwita dan Yanyan Moh.Yani. Pengantar
Ilmu Hubungan Internasional. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2005
Robert
Jackson & George Sorensen. Pengantar
Studi Hubungan Internasional. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2005
Walter
Carlsness, Thomas Risse & Beth A.Simmons. Handbook Hubungan Internasional. Nusamedia. Bandung. 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar