Interaksi
antar negara bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya melalui
kerjasama. Namun tidak semua interaksi yang terjalin antar negara bisa berjalan
damai tanpa ada konflik. Sejatinya konflik merupakan sebuah kondisi
ketidaksepahaman antara pihak-pihak tertentu terhadap pihak lainnya dalam
berbagai bidang, misalnya bidang politik, ekonomi, sosial, agama, budaya dan
lain sebagainya.
Konflik
adalah kenyataan hidup manusia yang tidak dapat dihindari. Kriesberg
mendefinisikan konflik sebagai fenomena sosial yang eksis ketika dua atau lebih
kelompok orang menunjukkan keyakinannya bahwa mereka memiliki tujuan yang tidak
sesuai (a social conflict exists when two
or more persons or groups manifest the belief that they have incompatible
goals)[1].
Sama halnya dengan manusia, negara pun sangat mungkin terjadi konflik.
Karena negara memiliki sifat dasar sama dengan manusia yakni sifat ingin
menguasai satu sama lain, sifat ingin di akui, sifat ingin mendapatkan power. Maka dari itu, dalam setiap
interaksinya negara sangat mungkin terjadi konflik, apabila dalam memenuhi
keinginannya (kepentingan nasional) masing-masing negara memiliki tujuan yang
berbeda. Selain itu, dalam kerjasamanya terjadi kesalahpahaman (berupa ucapan,
tindakan, kesalahan teknis dalam sebuah event tertentu).
Peristiwa
terbaru yang bisa memicu terjadi konflik bilateral antara Indonesia dengan
Amerika Serikat, adalah penolakan orang nomor satu dalam bidang keamanan di
Indonesia untuk berkunjung ke Amerika Serikat. Gatot Nurmantyo merupakan
Panglima TNI beserta rombongan, seharusnya berangkat ke negeri Paman Sam pada
hari Sabtu (21/10/2017) lalu. Keberangkatannya terhambat karena mendapat
penolakan dari pihak maskapai penerbangan Emirates di Bandara Soekarno Hatta,
Tangerang. Padahal pada saat itu Gatot Nurmantyo telah mendapatkan visa resmi
dari Amerika Serikat.
Orang nomor satu dibidang keamanan ini
seharusnya telah mengikuti konferensi terkait pemberantasan gerakan ekstrimisme
(Chiefs of Defense Conference on Countering
Violent Extremist Organization) pada 23-24 Oktober di Washington DC. Panglima
TNI secara resmi di undang oleh Panglima Angkatan Bersenjata Amerika Serikat
Jenderal Joseph F.Dunford, yang sekaligus adalah sahabat dari Gatot Nurmantyo.
Keberangkatan Panglima TNI Gatot Nurmantyo merupakan perintah langsung dari
Presiden RI Jokowi, dalam rangka menjaga dan meningkatkan keamanan dan kesatuan
negara Republik Indonesia dari ancaman gerakan-gerakan ekstrimisme yang semakin
meluas sekarang ini. Namun dengan adanya insiden ini, panglima TNI batal
berangkat dan sempat menimbulkan ketegangan antar kedua negara ini. tidak
menutup kemungkinan bisa memicu terjadinya konflik bilateral. Terbukti dengan
adanya respon dari penduduk Indonesia yang memasang poster-poster yang
menuliskan ujaran kebencian terhadap pemerintah Amerika Serikat. Spanduk bernada
provokatif di kawasan Semanggi terletak di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO)
dekat halte busway Dukuh Atas Jakarta. Spanduk di lokasi itu bunyinya, Usir
Dubes Amerika dari Bumi Pertiwi.
Dari insiden ini dapat kita lihat bahwa kemungkinan besar bisa
terjadi konflik bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat. Penolakan
Panglima TNI ini termasuk salah satu prilaku (Behaviour) dari Amerika Serikat
yang bisa menjadi salah satu penyebab pecahnya konflik. Seperti konsep Triangel Conflict yang diperkenalkan
oleh Johan Galtung, disebutkan bahwa ada tiga penyebab terjadinya konflik yang
biasa dikenal dengan konsep Segitiga ABC (Attitude,
Behaviour, Contradiction). Konsep Triangle
Conflict, dapat digunakan untuk membuat tipologi konflik bisa dibuat
berdasarkan jenis-jenis konfliknya baik dari sikap Attitude, tingkah laku
Behaviour dan kontradiksi Contradiction. Tipologi pertama adalah jenis konflik
berdasarkan siapa yang terlibat (parties), bisa terdiri dari kelompok sosial VS
kelompok sosial, negara VS negara, kelompok sosial VS Negara dan non-state
actors vs state actors.[2]
Tipologi kedua, jenis konflik berdasarkan kontradiksi antara
pihak-pihak yang berkonflik mengenai sumber-sumber ketidaksepakatan
(incompatibilities), tipologi ini menyangkut perebutan kekuasaan, sumber-sumber
ekonomi, wilayah, nilai-nilai budaya, identitas kelompok (etnis), dan ideologi.
Tipologi yang terakhir adalah konflik yang timbul berdasarkan jenis tindakan
(actions) yang digunakan sebagai instrumen atau bentuk ekspresi konflik,
ketidaksukaan hingga perang terbuka, mulai dari bentuk yang bersifat abstrak
sampai bentuk-bentuk aksi yang bersifat riil, konflik kekerasan dan non-kekerasan.[3]
Selain jenis konflik berdasarkan tipologi tersebut, konflik juga
bisa berdimensi vertikal dan horisontal. Bentuk pertama ditunjukkan pada
konflik yang terjadi antara pihak pemerintah dan kelompok-kelompok sosial non
pemerintah. Bentuk kedua, digunakan untuk menunjukkan konflik yang terjadi
antar kelompok sosial. Terakhir, adalah konflik domestik/internal yang terjadi
dalam suatu negara dan bisa juga konflik internasional jika yang terlibat
didalamnya adalah negara vs negara.[4]
Dari pemaparan diatas, dapat dipahami
bahwa insiden yang dialami oleh Gatot Nurmantyo dapat memicu terjadinya konflik
antar Negara, yakni Indonesia dan Amerika Serikat. Penolakan kunjungan panglima
TNI Indonesia ini merupakan salah satu tindakan (actions) yang bersifat riil, seperti yang diketahui bahwa Bapak
Gatot Nurmantyo telah mendapatkan izin (visa) resmi dari pemerintah AS untuk
melakukan kunjungan ke Negara tersebut, dan mendapatkan undangan resmi dari
Panglima Angkatan Bersenjata Amerika Serikat. Selain itu tujuan utama Panglima TNI ini
adalah mengemban tugas Negara, karena diperintahkan langsung oleh Presiden
Jokowi untuk menghadiri konferensi internasional dalam bidang keamanan. Tindakan
yang dilakukan oleh pihak penerbangan Emirates dalam menunda keberangkatan
Panglima TNI ke Amerika Serikat tentunya menuai aksi kecaman dari penduduk
Indonesia dan jika tidak di konfirmasi oleh pemerintah Amerika Serikat melalui
pernyataan resmi, maka tidak menutup kemungkinan bias terjadi konflik bilateral
diantara kedua Negara tersebut.
Sumber :
Buku : Vinsensio
Dugis. Konflik & Resolusi Konflik.Cakra Studi Global
Strategis Publisher. Universitas Airlangga. Surabaya, 2011
[1] Louis Kriesberg, Constructive Conflicts, From Escalation to
Resolution, (Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield, 1998). Dalam CSGS
Publisher. Hlm 5
[2]Vinsensio Dugis. Konflik & Resolusi Konflik. Cakra Studi Global
Strategis Publisher. Universitas Airlangga. Surabaya, 2011. Hlm 28
[3]Ibid, hlm 29
[4]Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar