Laman

Sabtu, 18 April 2015

KOMPETISI MEDIA DALAM PERSPEKTIF EKOLOGI MEDIA DAN EKONOMI MEDIA

Kompetisi antar media pasti terjadi, karena tanpa persaingan sebuah media tidak dapat mengukur kinerjanya. Melalui kompetisi media saling memperebutkan perhatian pasar (khalayak dan iklan). Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai kompetisi antar media berdasarkan dua perspektif, yakni perspektif ekologi media dan perspektif ekonomi media.

Kompetisi yang sehat akan mendatangkan keuntungan bagi khalayak. Misalnya sebuah stasiun televisi berlangganan yang menentukan tarif lebih murah dari stasiun televisi berlangganan lainnya. Khalayak akan lebih memilih stasiun televisi berlangganan yang lebih murah, asalkan saja stasiun televisi tersebut tidak menurunkan kualitas awalnya.

Pentingnya kompetisi untuk perkembangan media, karena tanpa adanya kompetitor sebuah media tidak akan berkembang dan merasa kinerjanya baik. Oleh karena itu, jika sebuah media belum memiliki kompetitor, maka media harus menciptakan sendiri siapa kompetitor utamanya. Misalnya MetroTV sebagai televisi berita sebelum lahir TVOne tidak memiliki kompetitor, sehingga MetroTV menciptakan sendiri kompetitor yakni SCTV dengan acara berita Liputan 6. MetroTV menganggap SCTV sebagai stasiun televisi yang masih kuat dalam menayangkan berita melalui program Liputan 6.

Adanya kompetisi memang baik untuk mengukur kinerja bagi setiap media, namun dikhawatirkan terjadi kompetisi yang tidak sehat diantara media yang berimbas pada masyrakat. Oleh karena itu dibutuhkan regulasi untuk mengatur kompetisi tersebut.
Kompetisi Media : Perspektif Ekologi Media
Menurut ilmu komunikasi ada teori yang disebut ekologi media. Berdasarkan teori ekologi media, memandang bahwa media sama halnya dengan makhluk hidup yang berusaha mempertahankan kehidupan. Media membutuhkan sumber-sumber kehidupan berupa isi (content), khalayak (audiences) dan iklan (capital). Persaingan media memperebutkan sumber-sumber kehidupan tersebut.
Berdasarkan teori ekologi media terdapat hubungan antara isi, khalayak dan iklan, karena jika isi (program) yang ditawarkan sebuah media menarik dan berkualitas, maka khalayak (penonton) akan terus menonton (mengonsumsi) dan secara langsung akan mengundang pemasang iklan untuk memasang iklan pada media tersebut. Namun, pada praktek dan kenyataannya hubungan antara isi, khalayak dan iklan ini tidak sepenuhnya berlaku. Biasanya sebuah stasiun televisi terdapat isi (program acara, sinetron) yang tidak berkualitas namun digemari oleh penonton, sehingga menarik pemasang iklan untuk memasang iklan pada stasiun televisi tersebut.
Generalis dan Spesialis
Berdasarkan perspektif media terdapat istilah generalis dan spesialis. Media generalis jika sumber-sumber kehidupan yang dimiliki media beragam. Sedangkan media spesialis jika sumber-sumber kehidupannya relatif seragam. Misalnya, Kompas, Media Indonesia dan Republika merupakan media generalis, karena media-media ini memiliki isi pemberitaan yang beragam, mulai dari politik, hukum, internasional, metropolitan, olahraga, hiburan dan lain sebagainya. Bisnis Indonesia dan Top Skor merupakan contoh koran (media) spesialis karena memiliki bidang tersendiri yakni dalam bisnis, ekonomi dan olahraga. Media pertelevisian juga seperti RCTI, SCTV dan TransTV adalah media generalis, yang memiliki beragam acara, mulai dari berita, olahraga, musik, film dan sinetron. Sedangkan MetroTv dan TVOne merupakan media spesialis karena acara yang ditayangkan hampir seragam yakni berita dan informasi.
Stasiun televisi terestrial (free to air television), seperti RCTI, SCTV atau Antv adalah media generalis, yang menggantungkan kehidupan medianya pada isi, khalayak dan iklan. Berbeda halnya dengan Indovision, TopTv, AoraTv dan Telkomvision merupakan media spesialis yang menggantungkan hidupnya pada isi (content) dan penonton (iuran penonton).
Secara teoritis, media generalis bisa hidup bertahan lama dibandingkan media spesialis, karena jika salah satu (content, audiences, capital) sumber kehidupan habis, maka media tersebut masih bisa menggunakan sumber kehidupan lainnya. Misalnya MetroTv dan TVOne, jika situasi aman dan tidak ada berita menarik, maka dia akan kehilangan sumber kehidupannya. Berbeda dengan RCTI, SCTV dan TransTv meskipun tidak ada berita yang menarik, masih memiliki sumber kehidupan lainnya, seperti, sinetron, film. Stasiun televisi berlangganan akan mati jika penonton berhenti berlangganan, sementara stasiun televisi terrestrial masih bisa bertahan dengan mengandalkan iklan.
Dalam prakteknya media spesialis pun bisa hidup bertahan lama. Jika dahulu khalayak meramalkan bahwa MetroTV tidak akan bertahan lama karena pemasangan iklan yang jarang disebabkan jumlah penonton stasiun televisi berita yang sedikit. Kenyataannya, MetroTv bisa bertahan lama, bahkan Lativi yang sebelumnya merupakan media generalis, berubah menjadi TVOne yang content (isi) nya lebih spesialis. Dari sini, dapat dilihat bahwa pemasang iklan memperhatikan segmentasi. Penonton yang tersegmentasi menjadi sasaran iklan yang ampuh bagi pemasang iklan.
Berdasarkan pandangan ekologi media, kompetisi bisa terjadi pada media-media yang karakternya sejenis. Koran tidak bisa bersaing dengan Televisi, koran bersaing keras dengan sesama Koran. Begitupula dengan Televisi akan bersaing dengan Televisi. Koran nasional tidak bersaing dengan koran lokal, koran nasional akan berkompetisi dengan koran nasional. Televisi hiburan tidak akan bersaing dengan televisi berita, televisi berita akan saling bersaing dengan televisi berita.
Seiring dengan perkembangan teknologi semakin pesat, teori ekologi media ini tidak sepenuhnya berlaku pada pengoperasian media. Saat ini, kompetisi juga terjadi antarmedia yang memiliki perbedaan secara ekologis. Koran kini berkompetisi dengan televisi dan media online. Kompetisi ini melahirkan konvergensi media. Harian Kompas dan majalah Detik, kini memiliki koran mediaonline bahkan televisi.
Kompetisi : Perspektif Ekonomi Media
Ekonomi media memandang bahwa media saling berkompetisi dalam memperebutkan pasar, yakni khalayak dan pengiklan. Dilihat dari perspektif ekonomi media, tingkat kompetisi media dapat dilihat dari konsentrasi pasar dan konsentrasi kepemilikan. Media yang hampir sejenis akan berkompetisi dengar keras. Seperti MetroTv dan TVOne yang bersaing secara ketat karena content (isi) yang hampir sejenis, yakni televisi berita. Sehingga secara langsung kedua media ini membidik penonton (khalayak) dan pengiklanan yang relatif sama. Untuk mengurangi persaingan, biasanya kedua media ini memperluas pasar. Misalnya MetroTv yang membidik penonton dari kelas A dan B, sementara TVOne berusaha membidik penonton Kelas C dan juga penonton A dan B.
Konsentrasi kepemilikan bisa mengurangi tingkat persaingan diantara media. Misalnya dalam suatu kota terdapat lima koran dan tiga koran bergabung dalam satu kelompok, sementara dua koran lainnya membangun satu kelompok lagi. Maka jika sebelumnya ada lima koran yang saling bersaing, sekarang tinggal dua kelompok koran yang berkompetisi.
Puncak konsentrasi kepemilikan media adalah monopoli. Jika media memonopoli pasar, maka dia tidak memiliki kompetitor. Tidak adanya kompetitor menjadikan perkembangan yang tidak sehat bagi media. Jika tidak ada kompetitor akan menjadikan media yang memonopoli akan berbuat seenaknya, sehingga seringkali merugikan publik. Oleh karena itu, banyak Negara melarang konsentrasi kepemilikan dan monopoli melalui berbagai macam regulasi.
Sumber :  
Buku : EKONOMI MEDIA Pengantar Konsep dan Aplikasi. Usman Ks, Ghalia Indonesia. 2009.
Jurnal : Potret Industri Media Massa Di Indonesia dalam Kerangka Analisis Ekonomi Media. Aulia Dwi Nastiti. Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia. 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar