Laman

Rabu, 01 November 2017

Paradigma Hubungan Internasional





Dalam setiap cabang ilmu pengetahuan tentunya memiliki paradigma yang digunakan untuk memandang suatu permasalahan/isu-isu, baik itu dalam tingkat nasional maupun internnasional. Paradigma merupakan pijakan dasar untuk menjelaskan fenomena-fenomena, masalah-masalah dalam Hubungan antar negara atau politik tertentu melalui suatu sistem kriteria, standar-standar tertentu, prosedur dan seleksi fakta permasalahan yang relevan.
Pendekatan utama yang seringkali digunakan dalam mengamati fenomena-fenomena dan masalah-masalah internasional, yakni dari tiga paradigma Idealisme, Realisme dan Behavioralisme. Sejak awal perkembangannya yakni pada masa Peran Dunia I & II sampai pada masa Perang Dingin, hubungan internasional menjadi sebuah disiplin ilmu yang tidak luput dari perdebatan ketiga paradigma ini.
Ada dua kenyataan yang ditemukan dalam memahami hubungan internasional. Pertama, bahwa masyarakat internasional berbeda dengan masyarakat nasional, yang terdiri dari aktor-aktor dengan kedaulatan sendiri atau berada di kedaulatan yang berbeda, karena itu tindak tunduk pada satu kekuatan politik dan hukum terpusat. Untuk memahami interaksi antara mereka memerlukan pemahaman yang meneyeluruh baik dari aspek politik maupun sejarah. Kedua, ilmu hubungan internasional memerlukan pendekatan dan alat (metode) tersendiri yang berbeda dengan pendekatan atau kajian politik pada umumnya. Kedua kenyataan ini berhadapan dengan kenyataan lainnya yakni peperangan disatu sisi dan keinginan orang untuk hidup damai telah mendorong para ilmuwan untuk menawarkan pemikiran teoritik dalam bidang hubungan internasional.
            Hedley Bull seorang pemikir Idealis mengemukakan pendapat bahwa sistem hubungan internasional telah menghasilkan Perang Dunia I, sebenarnya dapat diubah tatanannya secara fundamental pada keadaan yang lebih damai, dibawah pengaruh kebangkitan demokrasi, pertumbuhan, pemikiran global, pembentukan Liga Bangsa-Bangsa, karya-karya yang baik tentang perdamaian yang dapat disebarkan melalui pengajaran atau pendidikan. Pemikiran idealis berkembang sejak akhir Perang Dunia I hingga PD I (1920-an hingga 1930-an). Pemikiran idealis tampil menawarkan pada para pengambil kebijakan di berbagai negara sebuah tatacara menghindari perang. Namun kenyataannya selama dekade tersebut (1920-1930an) ketegangan akibat perang senjata di Eropa terus meningkat. Terbentuknya beberapa Aliansi militer seperti Triple Etente (Inggris, Prancis, Rusia) dan Triple Alliance (Jerman, Italia, Austria). LBB tumbuh menjadi lembaga yang digunakan sebagai ajang membangun kekuatan bagi negara-negara besar Eropa sehingga lembaga yang digunakan sebagai ajang membangun kekuatan bagi negara-negara besar Eropa, sehingga lembaga yang dibentuk atas dasar cita-cita perdamaian dunia justru berubah menjadi wilayah konflik. Munculnya NAZI di Jerman, menguatnya kekuatan Inggris membangun aliansi dalam mencegah ambisi Jerman.
            Pertanyaan dasar dalam fenomena ini adalah manusia berkeinginan untuk damai, namun mengapa mereka merencanakan perang? Pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh pemikiran Idealis. Pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh pemikiran idealis.  Sebaliknya  masyarakat  dunia  dikejutkan  dengan  kenyataan  perang  besar  yang kesekian kalinya dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa. Masalah utama yang melekat dalam paradigma idealis adalah pemikiran yang ditawarkan jauh dari kenyataan yang dilakukan oleh para pemimpin di negara-negara Eropa. Kenyataan di Eropa menunjukkan keinginan yang kuat dari para pemimpinnya untuk melakukan perang dalam upaya meraih dominasi kekuatan baik dibidang ekonomi maupun militer. Ambisi kekuasaan yang sangat menonjolini kemudian membimbing bangsa-bangsa Eropa terseret  kedalam kekacauan besar yang sama sekali  menghancurkan keamanan dan perdamaian.  E.H.  Carr  dalam bukunya  TheTwenty  Years  Crisis,mengkritik pemikiran idealis  bahwa  mekanisme  yang ditawarkanidealis  tidak  mampu  mencegah  perang,  dan  mediasi  untuk  meredakan  konflik  tidak berjalan.  Pemikiran idealis dianggap sebagai mimpi kosong (utopia). 
Kegagalan paradigma idealis dalam menjelaskan kenyataan hubungan internasional pada  dekade  1930-an  mendapat  tanggapan  dengan  lahirnya  paradigma  alternatif  yang dikenal sebagai paradigma realisme. Paradigma realisme ini muncul pada era pasca PD II (1940-an)  dan  secara  umum  adalah  paradigma  yang  paling  dominan,  paling  tidak dominasinya  berlangsung hingga  dekade  1980-an.  Kemunculan paradigma  realisme  ini juga tidak terlepas dari tampilnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan pada era dan pasca PD II.  Bahkan ada kecenderungan pemerintah Amerika mendorong diperkuatnya kajian hubungan internasional untuk memetakan tindakan negara adi daya ini kedepan. 
Pemikiran  awal  yang ditawarkan  oleh  paradigma  realisme  ini  ada  tiga  prinsip. pertama adalah negara merupakan aktor terpenting dalam hubungan internasional. Kedua, terdapat  perbedaan  yang  tajam antara  politik  dalam negeri  dan  politik  internasional. Ketiga,  titik tekan perhatian kajian hubungan internasional  adalah tentang kekuatan dan perdamaian. Karya yang dinilai fundamental dalam membangun paradigma realis ini adalah Politics Among Nations oleh Morgenthau dan The Twenty Years Crisis oleh E.H. Carr.
Realisme adalah tradisi  teoritik yang mendominasi  studi hubungan internasional
selama  masa  Perang  Dingin.  Pendekatan  teoritik  ini  menggambarkan  hubunganinternasional  sebagai  suatu pergulatan memperebutkan kekuasaan diantara negara-negarayang masing-masing mengejar kepentingan nasionalnya sendiri dan umumnya pesimistikmengenai  prospek upaya penghapusan konflik dan perang. Realisme mendominasi  masaPerang Dingin karena gagasan ini bisa memberi penjelasan yang sederhana tetapi cukupmeyakinkan mengenai  perang, aliansi,  imperialisme,  hambatan terhadap kerjasama,  danberbagai  fenomena  internasional,  dan  karena  penekanannya  pada  kompetisi  waktu  itu sesuai dengan sifat pokok persaingan AS-Uni Soviet (US).
          Pemikiran realisme telah banyak berubah selama masa Perang Dingin. Realis “klasik” seperti Hans Morgenthau dan Reihold Niebuhr yakin bahwa, seperti halnya makhluk manusia, setiap negara memiliki keinginan naluriah untuk mendominasi  negara-negara  lain,  sehingga  membuat  mereka  berperang. Morgenthau juga menekankan peran penting dari sistem perimbangan kekuatan multi-polar  klasik dan memandang sistem bipolar yang memungkinkan persaingan sengit antara AS dan US sebagai sistem yang sangat berbahaya.
                Sebaliknya,  teori  “neo-realis”  yang  diajukan  oleh  Kenneth  Waltz  mengabaikan
peran  sifat  manusia  dan  memusatkan  perhatian  pada  akibat  dari  sistem internasional.Menurut  Waltz,  sistem internasional  terdiri  dari  sejumlah  negara  besar,  yang  masing-masing berusaha  untuk  bertahan  hidup.  Karena  sistem  itu  anarkis  (yaitu  tidak  adawewenang terpusat yang bisa melindungi negara dari serbuan negara lain), maka masing-masing negara harus mempertahankan hidupnya dengan usaha sendiri. Waltz berpendapat bahwa  kondisi  seperti  ini  akan  mendorong  negara-negara  yang  lebih  lemah  salingbersekutu  untuk  mengimbangi  (balance)  dan  melawan  negara-negara  yang  lebih  kuat, bukan malah bergabung (bandwagon) dengan negara-negara  kuat  itu.  Bertolak-belakang dengan pendapat  Morgenthau, Waltz menyatakan bahwa bipolaritas lebih stabil  daripada multipolaritas.
            Pada  awal  tahun  1950-an  muncul  pemikiran  yang  mengkritik  cara  pandang realisme.  Kritik itu bertitik pusat pada masalah kepentingan nasional dan penempatan aktor negara  sebagai  aktor  utama  dalam hubungan internasional.  Bagian pertama,  paradigma realis memandang kepentingan nasional  adalah sebuah elemen kunci  yang membimbing para pengambil kebijakan suatu negara untuk mengambil keputusan atau tindakan terhadap negara lain. Kepentingan nasional  merupakan rumusan dari  akumulasi  kebutuhan umum suatu  bangsa  yang  mencerminkan  pilihan  rasional  dari  suatu  negara.  Bagian  kedua,paradigma realis memandang bahwa negara  sebagai organisme yang hidup, berperan dan  bertindak  secara  rasional  dan  tindakan-tindakannya  berdasarkan  kepentingan  yang dirumuskan secara rasional. Kedua bagian pemikiran ini di kritisi sebagai berikut:

One of the first major attempts to develop a systematic decision making approach
to the study of international politics was made in the early 1950s by Richard C.
Snyder and his colleagues. The focus of international relations research should be
on the actions, reactions, and interactions of states”. For him, the state is specially
its decision makers, and state action is the action taken by those acting in the name
of the state.

Pengkritik pemikiran realis ini adalah pemikiran/paradigma behavioralis.  Hasil  perdebatan ini kemudian  memudarkan  paradigma  realis  dan  mengangkat  behavioralis  pada  tahap popularitasnya.  Tawaran yang khas dari  behavioralis adalah perilaku negara  yang harus dikaji dari perilaku para pemimpinnya (para pengambil kebijakan). Namun beberapa waktu kemudian realis kembali bangkit yang kemudian dikenal dengan neo realis.  Kemunculan neo realis  ini  untuk  sementara  waktu juga  memudarkan  popularitas  behavioralis  yang akhirnya muncul kembali sebagai  neo behavioralis.   
            Richard C.Snyder merupakan salah satu tokoh dari behavioralisme ini membangung teori pembuatan kebijakan luar negeri. Dalam hal ini, Snyder menyatakan : ‘pusat perhatian dari penelitian hubungan internasional adalah tindakan-tindakan (action), tindakan balas (reactions), dan tindakan timbal balik (interactions) dari negara-negara. Bila pada pandangan realis, negara merupakan aktor utama dalam melaksanakan hubungan antar negara yang selalu diwarnai dengan terus melengkapi peralatan militer dan membangun aliansi militer. Namun dalam pandangan behavioralis lebih memusatkan pada prilaku para pembuat kebijakan (decission makers).

Asumsi Dasar Teori Hubungan Internasional
1.      Idealisme
a)      Semua manusia (bangsa) menginginkan perdamaian. Watak dasar manusia adalah ingin  hidup  dalam  suasana damai,  karena  itu  hubungan  antar  bangsa  pada prinsipnya dikembangkan untuk menciptakan kedamaian ;
b)       Perang adalah dosa dan terjadi karena ketidak sengajaan. Negara-negara memilikikedaulatan  sendiri-sendiri,  dan  untuk  memelihara  kedaulatan  itu  diperlukankekuatan-kekuatan  terutama  militer.  Kemunculan  militer  ini  telah  memancingsuasana tegang dan salah sangka diantara negara-negara tersebut satu sama lain,sehingga tidak terelakkan terjebak dalam perang;
c)      Harus ada pemerintahan dunia yang dapat mengendalikan kekuatan-kekuatan yangmenyebar dalam sistem dunia.Pemerintah dunia ini harus diberi kewenangan untukmengendalikan kekuatan-kekuatan dari berbagai  negara sehingga dapat  mencegahterjadinya  salah  sangka  yang  dapat  memicu  perlombaan  senjata  dan  perang.Gagasan ini menghasilkan pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB).

NO
PENDEKATAN
PENJELASAN
1
Prinsip/Pemikiran
·         Semua manusia (bangsa) menginginkan perdamaian
·         Perang adalah dosa dan terjadi krn ketidaksengajaan
·         Harus ada pemerintahan dunia yg dapat mengendalikan kekuatan-kekuatan yg menyebar dalam sistem dunia.
2
Aktor
Negara
3
Tingkat Analisis
Negara
4
Bidang Kajian
Politik Internasional
5
Tokoh Pemikir
Hedley Bull


2.      Realisme
Ø  Negara adalah aktor utama, karena didalamnya terdapat :
a)      Negara  mewakili  unit  analisis  kunci  dalam kajian HI.  Kajian HI  adalahkajian tentang hubungan antar unit-unit ini.  Penganut realis yang menggunakankonsep sistem dalam pengertian interrelasi bagian-bagian biasanya merujuk padasistem internasional.
b)      Organisasi  internasional  (PBB, MNCs,  teroris dll) dapat  dianggap sebagaiberstatus aktor mandiri,  tetapi menurut pandangan penganut realis semua aktortersebut bukan sebagai aktor dominan, karena statusnya sangat dipengaruhi olehnegara.
Ø  Negara adalah aktor tunggal ;
a)         Sebuah negara menghadapi dunia luar sebagai sebuah unit yang terintegrasi. Asumsi yang umum digunakan penganut realis adalah perbedaan politik didalam sebuah  negara  pada  akhirnya  terselesaikan  secara  otoritatif  sehingga  dengan pemerintah menetapkan satu kebijakan untuk negara secara keseluruhan.
b)        Negara sebagai aktor tunggal menurut penganut realis merupakan aktor yangmemiliki  otoritas  mutlak  untuk  mengambil  kebijakan,  dan  status  ini  tidakdimiliki oleh aktor lain (aktor non negara).
Ø  Negara adalah aktor rasional ;
a)      Sebuah  pengambilan  kebijakan  luar  negeri  yang  rasional  meliputi  suatu penetapan tujuan, pertimbangan terhadap seluruh kemunggkinan pilihan dalamarti ketersediaan kapabilitas negara. 
b)      Mengiringi  proses  rasional  ini  pengambil  kebijakan  dari  kalanganpemerintahan  mengevaluasi  setiap  alternatif,  menyeleksi  satu  diantara  yangpaling maksimal kegunaannya (maksimalisasi keuntungan).
c)      Meskipun demikian para penganut realis menyadari agak sulit memandangnegara sebaga aktor rasional.  Pengambil kebijakan dari kalangan pemerintahanbisa  jadi  tidak memiliki  seluruh  informasi  dan pengetahuan yang diperlukanuntuk memaksimalkan nilai kebijakan.
Ø  Keamanan Nasional adalah masalah utama ;
a)      Militer  dan  isu-isu  yang  berkaitan  dengan  politik  mendominasi politik dunia.
b)      Penganut realis memfokuskan perhatian pada konflik-konflik aktual dan  potensial  diantara  aktor-aktor  negara,  menguji  bagaimana  stabilitasinternasional  dapat  diupayakan  atau  dipertahankan,  bagaimana  stabilitasinternasional itu hancur, dan pencegahan terhadap gangguan integritas teritorial.
c)      Power adalah konsep utama.  Realis menganggap keamanan militeratau isu strategis adalah termasuk politik tinggi (high politics).


NO
PENDEKATAN
PENJELASAN
1
Prinsip/Pemikiran
·         Hubungan internasional adlh hubungan antar negara/bangsa dlm bentuk pertarungan kekuatan
·         Setiap negara beruasaha untuk meningkatkan powernya
·         Negara adalah aktor utama, aktor tunggal, aktor rasional
·         Keamanan nasional adalah masalah utama.
2
Aktor
Negara
3
Tingkat Analisis
Negara
4
Bidang Kajian
Politik Internasional, strategi keamanan, diplomasi
5
Tokoh Pemikir
E.H. Carr, Morgenthau (19720, Kennet N Waltz, KJ. HolstiJ. Frankel, Burchill, Scott (1996), Richard Devetak, AndrewLinklater,  Matthew  Paterson,  Christian  Reus-Smit,  andJacqui True, Basingstoke,  Jack Donnelly (2000)  dll


3.      Behavioralisme
Ø  Negara  adalah  pembuat  kebijakan (decision makers).  Artinya yang dimaksudkan sebagai  negara  dalam  pandangan  behavioralis  adalah  sekelompok  orang  yang bertanggungjawab membuat keputusan di negara tersebut.
Ø  Tindakan negara adalah tindakan yang diambil oleh pihak yang bertindak atas namanegara (pembuat kebijakan)Untuk memahami  perilaku negara  para teoritisi  harus memetakan kembali  duniasesuai pandangan para pengambil kebijakan
Ø  Yang harus dijelaskan adalah:
a)      Faktor-faktor subjektif dari titik pandang para pembuat kebijakan.
b)     Sumber-sumber potensial tindakan negara yg ditemukan didalam pemahaman pembuat kebijakan,
NO
PENDEKATAN
PENJELASAN
1
Prinsip/Pemikiran
·         Hubungan internasional mencerminkan prilaku dari para pengambil kebijakan suatu negara sehingga penelitian dalam ilmu HI harus fokus pada prilaku pengambil kebijakan.

2
Aktor
Pengambil kebijakan
3
Tingkat Analisis
Individu/kelompok (pengambil kebijakan)
4
Bidang Kajian
Politik Luar negeri
5
Tokoh Pemikir
Snyder, Rosnau, Lloyd Jensen, John boyd, dll

4.      Strukturalis
Ø Aktor utama dalam hubungan internasional terdiri dari negara dan aktor non negara, dalam artian ; Hubungan internasional adalah keterkaitan global yang didalamnya aktor negara dan non negara saling berinteraksi. Globalis menekankan bahwa hubungan antara aktor internasional ini membentuk struktur internasional.
Ø Sangat penting untuk melihat hubungan internasional melalui aspek sejarah ; Penganut  globalis  baik  dari  aliran  Marxis  maupun  non  Marxismendefinisikan  karakteristik  sistem  internasional  sebagai  sistem  kapitalis.Karena itu diperlukan kajian sejarah munculnya kapitalisme pada abad ke 16 diEropa Barat, perkembangannya, perubahannya, dan perluasannya hingga saat inisehingga terbentuknya sebuah dunia sistem kapitalis.
Ø Pentingnya faktor ekonomi dalam hubungan internasional ;
a)      Strukturalis mengawali  asumsinya  bahwa  ekonomi  adalah  kunci  untukmemahami, kreasi, evolusi, dan fungsi dari sistem dunia  saat ini.
b)     Berbagai aktor saling tawar-menawar, saling bersepakat, dan membangun koalisididalam dan pada lintas batas sehingga membanggun struktur global. Munculnyaisu Utara-Selatan merupakan akibat dari hubungan struktural ini.
NO
PENDEKATAN
PENJELASAN
1
Prinsip/Pemikiran
·         Hubungan internasional adalah hubungan ekonomi antar negara-negara di dunia yang secara garis besar terstruktur ke dalam susunan negara industri maju, negara industri baru dan negara berkembang atau terbelakang;
·         Fokus analisis adalah interaksi antar negara dan pasar, yakni bagaimana variabel pasar (ekonomi) mempengaruhi kebijakan negara.

2
Aktor
Negara, organisasi non negara, MNCs, individu
3
Tingkat Analisis
Sistem internasional, Negara, organisasi non negara, individu
4
Bidang Kajian
Ekonomi Politik Internasional
5
Tokoh Pemikir
Robert Gilphin, Spero, Andree Gunderfrank


5.      Pluralisme
Ø Aktor non negara adalah kenyataan yang penting dalam hubungan internasional ;
a)      Organisasi internasional sebagai contoh, dapat menjadi aktor mandiriberdasarkan haknya. Lembaga ini memiliki pengambil kebijakan, para birokrat, dan  berbagai  kelompok  yang  dapat  dipertimbangkan  pengaruhnya  terhadap proses pengambilan kebijakan.
b)     MNCs,  tidak bisa  dianggap sebagai  aktor  yang marjinal,  karena  dia  mampu menciptakan hubungan saling ketergantungan dalam perekonomian dunia.
Ø Negara bukan aktor tunggal ;
a)      Negara terdiri dari para birokrat, kelompok kepentingan, dan individu-individu yang berusaha mempengaruhi proses pengambilan kebijakan.
b)     Negara bangsa bukanlah entitas yang terintegrasi, karena negara dan aktor non negara sering terlibat bersama dalam memformulasi aktifitas dan hubungan internasional, dan sering menimbulkan dan menerima akibat dari aktivitas internasionalnya.
Ø Negara bukan aktor rasional ;
a)         Penganut pluralis menantang realis  bahwa neggara bukanlah aktorrasional. Kebijakan luar negeri suatu negara adalah hasil dari perselisihan, tawarmenawar,dankompromidiantaraberbagaiaktoryang berbeda.
b)        Proses pengambilan kebijakan luar negeri bukanlah proses rasionalmelainkan proses sosial.  Proses pengambilan kebijakan luar negeri  merupakan koalisi dan  kontrakoalisi  yang  menyebabkan  dapat mengurangi  optimalisasi tujuan yangg ingin dicapai.
Ø Agenda Politik Internasional sangat luas
a)      Penganut pluralis menolak dominasi isu militer dan keamanan dalam hubungan internasional.   Hubungan internasional  memiliki agenda yang sangat luas dan bervariasi. 
b)      Sejak tigapuluh tahun terakhir isu-isu ekonomi dan sosial bahkan mengambil posisi terdepan dalam perdebatan internasional.

NO
PENDEKATAN
PENJELASAN
1
Prinsip/Pemikiran
·         Aktor non negara adalah kenyataan yang penting dalam hubungan internasional
·         Pelaku-pelaku hubungan internasional non negara mampu membangun sistem internasional baru (globalisasi).

2
Aktor
Negara, organisasi non negara, MNCs, individu
3
Tingkat Analisis
Sistem internasional, Negara, organisasi non negara, individu
4
Bidang Kajian
Multi dimensi (Polint-Ekopolint)
5
Tokoh Pemikir
Robert  O  Keohane,   Joseph  S.  Nye,  Matthew , Paterson, Christian Reus-Smit


Sumber :
Teori Hubungan Internasional sebuah Pendekatakan Paradigmatik. Saeri. Jurnal Transnasional Vol.3 No.2 Februari 2012.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar